Dari Kebun ke Cangkir: Kisah Inspiratif Kopi Sepinggan

 

Kebun kopi


Dari Kebun ke Cangkir: Kisah Inspiratif Kopi Sepinggan - Beberapa waktu yang lalu, saya pernah mengikuti acara festival kopi. Sebagai seseorang yang ngakunya sebagai penikmat kopi, jujur saya belum bisa membedakan beberapa jenis kopi yang pernah saya minum. Selama yang saya tau hanya dari tingkat keasamannya saja.

Dari acara festival kopi tersebut, saya kemudian tertarik buat belajar sedikit lebih untuk memahami kopi. Bukan hanya tentang rasa tapi juga alurnya hingga siap dinikmati.


"Dan kopi tak pernah memilih siapa yang layak menikmatinya. Karena di hadapan kopi, kita semua sama." Filosofi kopi. 


Menggali Inspirasi Petani Muda, Mahmud Yusuf

Kita tau, kualitas sektor pertanian sekarang ini sudah jauh lebih baik dari pada sebelum-sebelumnya. Ya biarpun harus kita sadari, sebagian besar generasi muda banyak yang enggan terjun ke dunia pertanian dan lebih memilih untuk kerja di sektor lain.


Salah satu alasannya karena keterbatasan teknologi dan regulasi, yang bikin produk kita tertinggal beberapa langkah dari produk luar negeri. Mahmud Yusuf pun merasakan hal yang sama ketika bergelut dengan bisnis kopi.

 
Mahmud Yusuf sendiri merupakan pria berasal dari kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Beliau gigih memperkenalkan kopi Sepinggan agar bisa dikenal luas hingga mancanegara. Nggak mudah memang, tapi berbagai kendala yang dirasakan membentuk mentalnya makin kuat.


Kopi dan Semangat Petani Muda

Untuk para pecinta kopi, pastinya sudah tidak bisa dipisahkan dengan yang namanya kopi. Sehari saja nggak minum kopi, rasanya seperti ada yang hampa, hingga hilang inspirasi. Kita bisa lebih akrab dengan teman, berbincang sambil menyesap kopi. Begitu pentingnya peranan kopi pada masyarakat kita, menjadikan kopi sebagai budaya yang tak terpisahkan.


Hal ini menjadi salah satu dorongan Mahmud Yusuf yang awalnya dulu kerja di sebuah perusahaan, kemudian memutuskan resign untuk terjun langsung dalam mengelola lahan pertanian kopi milik keluarganya.


Awalnya, Yusuf merasa sedih karena hasil pertanian kopinya kurang mendapatkan respon pasar. Padahal, kualitasnya tidak kalah dibandingkan yang lainnya.

 
Ia sadar, banyak faktor kendala seperti keterbatasan pengetahuan dalam hal pengelolaan tanaman kopi, regulasi tentang pupuk serta pestisida kimia dan juga kesempatan untuk studi banding menjadi kendala saat itu.

 
Tapi Yusuf tak pantang menyerah, ia belajar secara otodidak step by step. Biarpun kemudian kendala lain sempat dialami, seperti hasil panen yang tidak sebanding dengan biaya juga tenaga yang sudah dikeluarkan.

 
Disinilah muncul ide untuk mengolah kemudian mengemas dan memasarkan produk kopi hasil panennya.


Kopi Sepinggan: Dari Kebun Lokal Menuju Pasar Internasional

Berawal dari modal seadanya, Mahmud Yusuf kemudian mulai mengolah hasil panen dari kebun sendiri, mulai dari pengupasan basah, fermentasi, pengupasan kering, penggilingan, hingga pengemasan, semua dilakukan sendiri.

 
Yusuf kemudian memberi nama kopi lokal yang diolahnya dengan nama Kopi Sepinggan, nama Sepinggan terinspirasi dari nama bandara di Balikpapan, Kalimantan Timur.


Ketika pemasaran produk kopi Sepinggan sudah kian meluas, Yusuf kemudian menggandeng tetangga-tetangganya untuk membantunya bekerja, mulai dari mengolah perkebunan kopi, menyortir hingga mengolah biji kopi menjadi bahan siap konsumsi yang berkualitas internasional.


Kopi hasil perkebunan Yusuf, kemudian di bagi menjadi 3 grade.

  • Grade pertama, dijual dalam bentuk butir kopi.
  • Grade kedua, berupa kopi bubuk yang dikemas dalam berbagai ukuran.
  • Grade ketiga, untuk konsumsi sendiri.

Produk Sepinggan kemudian tidak hanya menjual kopi dalam kemasan, saat ini Sepinggan sudah menyediakan biji kopi terbaik untuk kafe dan sejenisnya bukan hanya di area Kalimantan, bahkan sampai ke mancanegara.


Regulasi Ekspor Jadi Kendala


Perjuangan Yusuf dalam mengelola bisnis kopinya, perlahan membuahkan hasil. Berbekal pemasaran secara online, kopi Sepinggan mampu diterima di banyak negara.

 
Bahkan Yusuf pernah menerima permintaan ekspor dari beberapa negara tapi belum bisa memenuhi akibat terkendala regulasi dalam hal ekspor. Tak patah semangat, selanjutnya ia berusaha untuk mendapatkan izin ekspor, tapi kendala lainnya untuk mengurus izin ekspor harus memiliki IMB. Masalah IMB ini belum bisa teratasi karena belum memiliki rumah produksi khusus.

 
Menghadapi berbagai kendala yang ada, Yusuf berharap pemerintah bisa mengatasi masalah para pelaku UMKM dengan memberi wadah agar bisa memasarkan produknya agar bisa dikenal luas hingga ke mancanegara.

 
Semangat Yusuf tak bisa dianggap remeh, dengan kegigihannya ia mampu membawa nama Sepinggan terkenal sebagai brand kopi dari Kalimantan yang pemasarannya meluas bukan hanya dalam negeri tapi juga sampai mancanegara.

 
Dari kerja kerasnya selama ini, Mahmud Yusuf kemudian mendapatkan anugerah SATU Indonesia Award, sebuah penghargaan untuk generasi muda yang mampu mengangkat nama Indonesia. Meneladani dari apa yang diupayakan oleh Yusuf terhadap produk pertanian kopi miliknya, kita pun harus bisa mengangkat perekonomian yang ada di sekitar kita mulai dari keluarga, lingkungan, maupun negara. Saatnya generasi muda memajukan Indonesia.


Satu langkah kecil dari sebuah niat baik mampu membawa kita menuju sesuatu yang di luar imajinasi.” Filosofi Kopi.


Fionaz
Fionaz Hanya manusia biasa yang berusaha jadi bermanfaat untuk sesama. Seorang freelance writer dan blogger, untuk kerja sama bisa dihubungi melalui email: fionazisza03@gmail.com

Posting Komentar untuk "Dari Kebun ke Cangkir: Kisah Inspiratif Kopi Sepinggan"